HAL YANG MUNGKIN TIDAK KAMU KETAHUI TENTANGWISATA RELIGI
MAKAM SUNAN MURIA
Makam Sunan Muria
Ketika Belanda di bawah Ratu Wilhelmina membuka usaha perkebunan di Indonesia lewat VOC-nya pada abad 16, kawasan Gunung Muria dipilih menjadi lahan tanaman kopi. Usaha perkebunan itulah yang hingga kini masih bertahan dan menjadi andalan penduduk di sekitar Gunung Muria. Sedangkan karet sudah lama ditinggalkan. Hamparan tanaman kopi tak hanya menjadi sumber utama ekonomi penduduk, juga memperindah pemandangan alam. Namun, keelokan alami tersebut, sepertinya tak begitu dilihat. Bisa jadi kalah pamor karena keberadaan makam Sunan Muria Raden Umar Said, yang berlokasi di salah satu puncak Muria di Desa Colo, Kecamatan Dawe, Kudus.
Dari perkebunan kopi yang kala itu mendorong Belanda tak hanya memonopoli perdagangan hasil bumi dari Indonesia, kemudian pula pada abad 17 mengerahkan pasukan militernya dan menjajah selama 350 tahun.
Namun, Gunung Muria dan Raden Umar Said memiliki sejarah yang lebih panjang dan beragam kisah, dari pada perkebunan kopi. Djakfar Sodiq yang dalam rentang abad 15 mengemban amanah melakukan syiar Islam, bersama sama Wali Sanga lainnya, memilih Muria sebagai wilayahnya. Ketika Muria tidak hanya berstatus alam sebagai gunung, namun masih berupa pulau yang terpisah dari Pulau Jawa. Saat salah satu gunung, yang terdapat di Pulau Muria itu, belum terlalu lama erupsi (meletus) untuk yang terakhir kali.
Peristiwa erupsi dan pendangkalan ekstrem di selat Muria dalam rentang abad 17 – 18 ,mengakibatkan Pulau (Gunung) Muria menyatu dengan Pulau Jawa. Pendangkalan hebat yang berlangsung antara garis pantai Semarang – Rembang, tak hanya memunculkan dan bertambahnya daratan baru. Namun, secara sosial juga mendorong adanya perubahan dan budaya baru. Apalagi, ketika Deandeles membangun jalan dari Anyer hingga Panarukan pada abad 18. Adanya jalur Pantura Jawa yang hingga kini masih menjadi andalan utama transportasi, tak lama kemudian diperkuat dengan pembangunan rel kereta api pada abad 19.
Bentangan jalan raya Deandeles dan jalur kereta api tersebut, sebagian di antaranya melintasi daratan baru yang masuk wilayah Kudus, akibat menyatunya Pulau (Gunung) Muria dan Pulau Jawa.
Tujuan Peziarah
Makam Sunan Muria tiap hari selalu dikunjungi ribuan orang yang datang untuk berziarah, di samping makam Sunan Kudus. Kecuali pada hari-hari sepanjang puasa Ramadan, bagai paceklik kunjungan wisata religi, sebagaimana terjadi di semua makam Wali Sanga lainnya.
Di luar penziarahan yang berlangsung setiap hari, makam Umar Said mencapai kunjungan puncak saat dilakukan bukak luwur (prosesi penggantian kain tirai makam) tiap 11 Muharam. Di samping saat Badha Kupat, sepekan setelah hari pertama Idul Fitri.Mencapai makam Sunan Muria yang terdapat di puncak salah satu Gunung Muria di Desa Colo, tidak terlalu susah.
Dari areal parkir atau terminal bus Colo, bisa dengan mendaki anak tangga terbuat dari beton, dan bagi yang fisiknya kurang mendukung serta ingin lebih cepat sampai bisa menggunakan jasa sepeda motor ojek yang siap sepanjang 24 jam setiap hari. Ke makam dengan melewati jalur tangga, akan mendapati para pedagang yang mayoritas menjajakan hasil bumi lokal sekitar Muria yang telah siap makan maupun untuk dibawa pulang dan harus dimasak terlebih dulu.
Di samping barang-barang cendera mata, seperti kerajinan sebagai hiasan ruangan rumah serta asesoris maupun pakaian. Namun bila menumpang ojek sepeda motor, secara tak direncanakan bisa merasakan sensasi jelajah alam. Di kanan dan kiri jalur ojek terdapat tebing terjal dan hamparan kebun kopi. Tak hanya oleh-oleh sebagai pertanda telah berziarah di makam Sunan Muria, namun juga air jernih yang disediakan di dekat cungkup makam yang berlokasi di belakang masjid. Air bening pegunungan yang menyegarkan tersebut, dipercayai sebagian penziarah sebagai memiliki tuah. Para penziarah yang menginginkan memperoleh air tersebut dilayani oleh pengelola makam.
0 komentar:
Posting Komentar